Untung Suropati
Untung Suropati (lahir: Bali,1660 – wafat:
Bangil,1706) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berjuang di Pulau
Jawa. Ia telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K.
Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
Asal-Usul
Si Untung
Nama
aslinya tidak diketahui. Menurut Babad Tanah Jawi ia berasal dari Bali yang
ditemukan oleh Kapten van Beber, seorang perwira VOC yang ditugaskan di
Makasar.
Kapten van
Beber kemudian menjualnya kepada perwira VOC lain di Batavia yang bernama Moor.
Sejak memiliki budak baru, karir dan kekayaan Moor meningkat pesat. Anak kecil
itu dianggap pembawa keberuntungan sehingga diberi nama Si Untung.
Ketika
Untung berumur 20 tahun, ia dimasukkan penjara oleh Moor karena berani menikahi
putrinya yang bernama Suzane. Untung kemudian menghimpun para tahanan dan
berhasil kabur dari penjara dan menjadi buronan.
Mendapat
Nama Surapati
Pada tahun
1683 Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten dikalahkan VOC. Putranya yang bernama
Pangeran Purbaya melarikan diri ke Gunung Gede. Ia memutuskan menyerah tetapi
hanya mau dijemput perwira VOC pribumi.
Kapten
Ruys (pemimpin benteng Tanjungpura) berhasil menemukan kelompok Untung. Mereka
ditawari pekerjaan sebagai tentara VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung
pun dilatih ketentaraan, diberi pangkat letnan, dan ditugasi menjemput Pangeran
Purbaya.
Untung
menemui Pangeran Purbaya untuk dibawa ke Tanjungpura. Datang pula pasukan
Vaandrig Kuffeler yang memperlakukan Pangeran Purbaya dengan kasar. Untung
tidak terima dan menghancurkan pasukan Kuffeler di Sungai Cikalong, 28 Januari
1684.
Pangeran
Purbaya tetap menyerah ke Tanjungpura, tapi istrinya yang bernama Gusik Kusuma
meminta Untung mengantarnya pulang ke Kartasura. Untung kini kembali menjadi
buronan VOC. Antara lain ia pernah menghancurkan pasukan Jacob Couper yang
mengejarnya di desa Rajapalah.
Ketika
melewati Cirebon, Untung bertengkar dengan Raden Surapati anak angkat sultan.
Setelah diadili, terbukti yang bersalah adalah Suropati. Surapati pun dihukum
mati. Sejak itu nama Surapati oleh Sultan Cirebon diserahkan kepada Untung...
Terbunuhnya
Kapten Tack
Untung
alias Suropati tiba di Kartasura mengantarkan Raden Ayu Gusik Kusuma pada
ayahnya, yaitu Patih Nerangkusuma. Nerangkusuma adalah tokoh anti VOC yang
gencar mendesak Amangkurat II agar mengkhianati perjanjian dengan bangsa
Belanda itu. Nerangkusuma juga menikahkan Gusik Kusuma dengan Suropati.
Kapten
Francois Tack (perwira VOC senior yang ikut berjasa dalam penumpasan Trunajaya
dan Sultan Ageng Tirtayasa) tiba di Kartasura bulan Februari 1686 untuk
menangkap Suropati. Amangkurat II yang telah dipengaruhi Nerangkusuma,
pura-pura membantu VOC.
Pertempuran
pun meletus di halaman keraton. Pasukan VOC hancur. Sebanyak 75 orang Belanda
tewas. Kapten Tack sendiri tewas di tangan Pangeran Puger (adik Amangkurat II)
yang menyamar sebagai prajurit Suropati.
Bergelar
Tumenggung Wiranegara
Amangkurat
II takut pengkhianantannya terbongkar. Ia merestui Suropati dan Nerangkusuma
merebut Pasuruan. Di kota itu, Suropati mengalahkan bupatinya, yaitu Anggajaya,
yang kemudian melarikan diri ke Surabaya. Bupati Surabaya bernama Adipati
Jangrana tidak melakukan pembalasan karena ia sendiri sudah kenal dengan
Suropati di Kartasura.
Untung
Suropati pun mengangkat diri menjadi bupati Pasuruan bergelar Tumenggung
Wiranegara.
Pada tahun
1690 Amangkurat II pura-pura mengirim pasukan untuk merebut Pasuruan. Tentu
saja pasukan ini mengalami kegagalan karena pertempurannya hanya bersifat
sandiwara sebagai usaha mengelabui VOC.
Kematian
Untung Suropati
Sepeninggal
Amangkurat II tahun 1703, terjadi perebutan takhta Kartasura antara Amangkurat
III melawan Pangeran Puger. Pada tahun 1704 Pangeran Puger mengangkat diri
menjadi Pakubuwana I dengan dukungan VOC. Tahun 1705 Amangkurat III diusir dari
Kartasura dan berlindung ke Pasuruan.
Pada bulan
September 1706 gabungan pasukan VOC, Kartasura, Madura, dan Surabaya dipimpin
Mayor Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran di benteng Bangil akhirnya
menewaskan Untung Suropati alias Wiranegara tanggal 17 Oktober 1706. Namun ia
berwasiat agar kematiannya dirahasiakan.
Makam
Suropati pun dibuat rata dengan tanah. Perjuangan dilanjutkan putra-putranya
dengan membawa tandu berisi Suropati palsu.
Pada
tanggal 18 Juni 1707 Herman de Wilde memimpin ekspedisi mengejar Amangkurat
III. Ia menemukan makam Suropati yang segera dibongkarnya. Jenazah Suropati pun
dibakar dan abunya dibuang ke laut.
Perjuangan
Putra-Putra Suropati
Putra-putra
Untung Suropati, antara lain Raden Pengantin, Raden Suropati, dan Raden
Suradilaga memimpin pengikut ayah mereka (campuran orang Jawa dan Bali).
Sebagian dari mereka ada yang tertangkap bersama Amangkurat III tahun 1708 dan
ikut dibuang ke Srilangka.
Sebagian
pengikut Untung Suropati bergabung dalam pemberontakan Arya Jayapuspita di
Surabaya tahun 1717. Pemberontakan ini sebagai usaha balas dendam atas dihukum
matinya Adipati Jangrana yang terbukti diam-diam memihak Suropati dalam perang
tahun 1706.
Setelah
Jayapuspita kalah tahun 1718 dan mundur ke Mojokerto, pengikut Suropati masih
setia mengikuti. Mereka semua kemudian bergabung dalam pemberontakan Pangeran
Blitar menentang Amangkurat IV yang didukung VOC tahun 1719. Pemberontakan ini
berhasil dipadamkan tahun 1723. Putra-putra Untung Suropati dan para
pengikutnya dibuang VOC ke Srilangka.
Untung
Suropati dalam Karya Sastra
Kisah
Untung Suropati yang legendaris cukup banyak ditulis dalam bentuk sastra.
Selain Babad Tanah Jawi, juga terdapat antara lain Babad Suropati.
Penulis
Hindia Belanda Melati van Java (nama samaran dari Nicolina Maria Sloot) juga
pernah menulis roman berjudul Van Slaaf Tot Vorst, yang terbit pada tahun 1887.
Karya ini kemudian diterjemahkan oleh FH Wiggers dan diterbitkan tahun 1898
dengan judul Dari Boedak Sampe Djadi Radja. Penulis pribumi yang juga menulis
tentang kisah ini adalah sastrawan Abdul Muis dalam novelnya yang berjudul
Surapati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar