Dewi
Sartika (lahir di Bandung, 4 Desember 1884
– meninggal di Tasikmalaya, 11 September 1947
pada umur 62 tahun) adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966.
Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara.
Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi
Sartika, ke sekolah Belanda pula. Sepeninggal
ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan
sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan
didikan mengenai kesundaan,
sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari
berkat didikan seorang nyonya Asisten
Residen bangsa Belanda.
Sejak 1902,
Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah ruangan
kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan
anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca,
menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu
Usai
berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904,
Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang;
Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid.
Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, menggunakan ruangan
pendopo kabupaten Bandung.
Setahun
kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga
kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau.
Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta
bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909,
membuktikan kepada bangsa kita bahwa perempuan memiliki kemampuan yang tak ada
bedanya dengan laki-laki. Tahun 1910, menggunakan hartanya
pribadi, sekolahnya diperbaiki lagi sehingga bisa lebih mememnuhi syarat
kelengkapan sekolah formal.
Pada
tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan
bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh
perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi
Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di
kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan).
Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti
menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan).
Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri
tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri
didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki
Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920,
ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan.
Bulan September 1929,
Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25
tahun, yang kemudian berganti nama menjadi "Sakola Raden Déwi". Atas
jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah
Hindia-Belanda.
Dewi
Sartika meninggal 11 September 1947
di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara
pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan
kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar